![]() |
RAMADHAN JIKA BENAR ANDA RINDU
Apabila benar Anda rindu, Anda akan mencium bau Ramadhan dari jauh, seperti Ya'qub alaihissalam mencium bau Yusuf alaihissalam karena kerinduan yang menggelora pada puteranya itu. Sekiranya Anda mencium Ramadhan dan Anda kenakan 'pakaiannya', niscaya hati Anda akan kembali melihat. Layaknya pandangan Nabi Ya'qub, terbebas dari kebutaan karena mencium aroma baju Nabi Yusuf.
Apabila benar Anda rindu, Anda akan mencium bau Ramadhan dari jauh, seperti Ya'qub alaihissalam mencium bau Yusuf alaihissalam karena kerinduan yang menggelora pada puteranya itu. Sekiranya Anda mencium Ramadhan dan Anda kenakan 'pakaiannya', niscaya hati Anda akan kembali melihat. Layaknya pandangan Nabi Ya'qub, terbebas dari kebutaan karena mencium aroma baju Nabi Yusuf.
Jika
benar Anda rindu Ramadhan, Anda akan membuat persiapan menyambutnya. Allah
berfirman:
"Dan jika mereka mau
berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi
Allah tidak menyukai keberangkatan mereka. Maka Allah melemahkan keinginan
mereka. Dan dikatakan kepada mereka, "Tinggallah kamu bersama orang-orang
yang tinggal itu." (QS. At-Taubah: 46).
Ibnul
Qayyim—rahimahullah—berkata, "Berhati-hatilah terhadap dua perkara. Pertama:
Kewajiban telah datang, tetapi kalian tidak siap untuk menjalankannya,
sehingga kalian mendapat hukuman berupa kelemahan untuk memenuhinya dan kehinaan
dengan tidak mendapatkan pahalanya…."
Allah
berfirman, artinya:
"Maka jika Allah mengembalikanmu
kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk
keluar (pergi berperang), maka katakanlah, "Kamu tidak boleh keluar
bersamaku
selamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu, duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang." (QS. At-Taubah: 83).
selamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu, duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang." (QS. At-Taubah: 83).
Mestinya,
kita berhati-hati dari mengalami nasib seperti ini, yaitu menjadi orang yang
tidak layak menjalankan perintah Allah yang penuh berkah. Seringnya kita
mengikuti hawa nafsu, akan menyebabkan kita tertimpa hukuman, berupa
tertutupnya hati dari hidayah.
Allah
subhanahu wataala berfirman, artinya:
"Dan (begitu pula) Kami memalingkan
hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al
Qur'an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam
kesesatannya yang sangat." (QS. Al An'am: 110).
Itulah
arti penting persiapan menyambut kedatangan Ramadhan, sehingga kita tidak
dihukum dengan ketidakberdayaan melakukan kebaikan dan kehinaan dengan tidak
bisa menambah ketaatan.
Mari
kita renungkan kembali ayat-ayat di atas. Allah subhanahu wataala
tidak menyukai keberangkatan mereka lalu Allah lemahkan mereka. Karena tidak
ada persiapan dari mereka dan niat mereka pun tidak lurus.
Namun,
bila seseorang bersiap untuk menunaikan suatu amal, dan ia bangkit menghadap
Allah dengan kerelaan hati, maka Allah Mahamulia untuk menolak hamba yang
datang menghadap-Nya. Sehingga dahulu, generasi salafush shaleh selalu
mempersiapkan diri menyambut Ramadhan dengan sebaik-baiknya.
Pada
enam bulan sebelum Ramadhan, mereka berdoa agar sampai di bulan Ramadhan.
Kemudian pada enam bulan setelah Ramadhan, mereka berdoa agar kembali bertemu
Ramadhan. Sehingga sepanjang tahun, kehidupan mereka nuansanya adalah Ramadhan.
Antara Rajab,
Sya'ban dan Ramadhan
Buatlah
persiapan menyambut Ramadhan. " Dari Ummu Salamah, beliau
mengatakan”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setahun
tidak berpuasa sebulan penuh selain pada bulan Sya’ban, lalu dilanjutkan dengan
berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Abu Daud dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini shahih)
Lalu apa yang dimaksud dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya (Kaana yashumu sya’ban kullahu)?Asy Syaukani mengatakan, “Riwayat-riwayat ini bisa dikompromikan dengan kita katakan bahwa yang dimaksud dengan kata “kullu” (seluruhnya) di situ adalah kebanyakannya (mayoritasnya). Alasannya, sebagaimana dinukil oleh At Tirmidzi dari Ibnul Mubarrok. Beliau mengatakan bahwa boleh dalam bahasa Arab disebut berpuasa pada kebanyakan hari dalam satu bulan dengan dikatakan berpuasa pada seluruh bulan.” (Nailul Author, 7/148). Jadi, yang dimaksud Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa di seluruh hari bulan Sya’ban adalah berpuasa di mayoritas harinya.
Lalu Kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak puasa penuh di bulan Sya’ban?
An Nawawi rahimahullah menuturkan bahwa para ulama mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan agar tidak disangka puasa selain Ramadhan adalah wajib. ”(Syarh Muslim, 4/161)
Di antara rahasia kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa di bulan Sya’ban adalah karena puasa Sya’ban adalah ibarat ibadah rawatib (ibadah sunnah yang mengiringi ibadah wajib). Sebagaimana shalat rawatib adalah shalat yang memiliki keutamaan karena dia mengiringi shalat wajib, sebelum atau sesudahnya, demikianlah puasa Sya’ban. Karena puasa di bulan Sya’ban sangat dekat dengan puasa Ramadhan, maka puasa tersebut memiliki keutamaan. Dan puasa ini bisa menyempurnakan puasa wajib di bulan Ramadhan. (Lihat Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab, 233)
Karenanya, bersiaplah dengan
banyak berpuasa, agar jiwa terbiasa dengan puasa. Lakukan shalat malam di bulan
Sya'ban.
Perbanyak membaca Al Qur'an. Perbanyaklah
dzikir kepada Allah sebagai pengantar memasuki Ramadhan.
Sebagian ulama mengatakan bahwa
Rajab adalah bulan persemaian. Sya'ban adalah bulan pengairan. Adapun Ramadhan, ia
adalah bulan memetik buah. Agar buah dapat dipetik di bulan Ramadhan, harus ada
benih yang disemai, dan ia harus diairi sampai menghasilkan buah yang rimbun.
Perbarui Taubat
Persiapan lain untuk menyambut Ramadhan
adalah taubat. Semoga Allah mengaruniakan taubat nasuha kepada kita agar Ia
ridha. Karena taubat wajib dilakukan seorang hamba setiap saat.
Allah berfirman, artinya:
"Dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya
kamu beruntung."
(QS. An-Nur: 31).
Agungkan Perintah dan Larangan Allah subhananhu wata’ala
Kita harus memiliki rasa kuatir yang
besar, jika kita tetap tidak terbebas dari api neraka meski telah melewati
Ramadhan. Bagaimana nasib Bani Israil, tatkala mereka tidak menghormati
perintah Allah untuk tidak mencari ikan
di hari Sabtu? Allah mengubah mereka
menjadi kera.
Allah berfirman, artinya,
"Maka tatkala mereka bersikap
sombong terhadap apa yang dilarang mereka mengerjakannya, kami katakan
kepadanya, "Jadilah
kamu kera yang hina."
(QS. Al A'raf: 166).
Allah berfirman, artinya, "Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al
Baqarah: 183).
Ini
adalah perintah, kewajiban sekaligus ritual yang agung. Barangsiapa
mengagungkannya, dia adalah orang bertakwa. Allah I
berfirman, artinya,
"Demikianlah (perintah Allah), dan
barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah maka sesungguhnya itu timbul dari
ketakwaan hati." (QS. Al Hajj: 32).
Secara
fitrah, hati manusia membenci kemaksiatan. Tetapi sebagaimana diketahui, fitrah
bisa berubah-ubah. Karenanya, sebelum Ramadhan datang, kita harus berusaha
mengembalikan fitrah ini ke dalam hati bila ia telah hilang, atau memperkuatnya
bila telah melemah.
Dengannya,
seseorang menjadi enggan bermaksiat kepada Allah, khususnya setelah merasakan
kondisi keimanan di tengah ibadah puasa. Agar hati terlatih bersikap enggan
terhadap maksiat sebelum Ramadhan datang.
Seseorang
harus berbaur dengan nilai-nilai ruhiyah yang tinggi, agar hati mengingkari dan
berhati-hati atas segala bentuk maksiat, baik lisan, penglihatan, perasaan,
maupun anggota badan. Ia juga harus
berbaur dengan perenungan Al Qur'an dan pemahaman zikir, mencoba merasakan
kelezatan munajat dan tunduk di hadapan Allah.
Kesiapan
seseorang untuk menyambut Ramadhan ditandai dengan sikap enggan terhadap
maksiat. Hal ini bisa dilakukan dengan memperbanyak puasa dan membaca Al
Qur'an. Orang yang berakal tidak akan terbayang untuk melakukan maksiat ketika
sibuk dengan ketaatan.
Latih Kepekaan
Pancaindera
Biasakanlah
pancaindera dengan ketaatan. Latih mata untuk melihat mushaf, hindarkan dari
memandang yang haram. Latih telinga mendengar Al Qur'an, mendengar ilmu.
Hindarkan dari mendengar
nyanyian-nyanyian haram, ucapan dusta, keji, dan jorok. Biasakan lidah
memperbanyak zikir, beramar makruf dan nahi mungkar, berkata jujur dan menyampaikan
nasihat kepada kaum Mukmin.
Manusia
akan bertanggung jawab atas anggota badan dan inderanya ini pada hari kiamat.
Allah
berfirman, artinya,
"Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya." (QS. Al Isra':
36).
Karenanya,
pancaindera harus dilatih sebagai bentuk persiapan, agar ia tunduk kepada Anda
pada bulan Ramadhan. Anda pun akan mudah mengendalikannya.
Semoga
kita tidak termasuk orang-orang yang diharamkan mendapatkan berkah Ramadhan
karena Ramadhan telah di depan mata, namun kita belum melakukan persiapan.
Wallahu A’lam
Disarikan
dari "Asraarul Muhibbiin fii Ramadhan" karya Syekh Muhammad

0 komentar:
Posting Komentar