Siang itu, terik matahari membakar padang-padang pasir terbuka. Angin berhembus membawa butiran pasir dan debu dan segera saja menutupi jejak dhabb1. Angin panas yang kering mengalir di sela-sela jalan dan rumah-rumah dari tanah liat di Makkah. Kota, pusat perdagangan itu kali ini menjadi sedikit menjadi riuh. Pelepah pohon kurma yang berayun menjadi saksi saat peristiwa itu. Orang-orang berhenti sejenak melihat pemandangan yang tidak seperti biasanya.
“Ayo jalan !”
Orang
berkulit hitam itu diseret di atas pasir panas. Keringatnya mengucur
deras dari tubuhnya yang hanya dibalut sebuah kain menutupi lutut hingga
pusarnya.
“Tcchak….!!!”. Sekali
lagi cambuk mendarat di punggungnya. Kali ini sudah tidak terhitung
jumlah bekas garis merah di punggunggnya. Luka yang begitu perih hingga
meneteskan darah tidak sama sekali dipedulikan tuannya. Pikiran budak
hitam itu sudah tidak dikuasai sepenuhnya. Ia setengah sadar, setelah
belasan hari menjalani ritual penyiksaan seperti itu.
“Tidur telentang…!!”. Kata tuannya.
Belum sempat ia merebahkan diri sebuah tendangan keras menghantam perutnya. Ia tersungkur.
Badannya
sudah lunglai. Otot-ototnya tidak mampu lagi menahan beban. Ia tidur
menghadap matahari. Tepat di atas matanya. Bayangan tubuhnya yang
merapat ke tanah tidak terlihat sedikit pun. Pancaran cahaya matahari
memanggang tubuhnya yang sudah hitam menjadi lebih kelam ditambah luka
lebam. Bibirnya kering dan pecah, pertanda ia tidak pernah mendapati
minum selama itu. Ia berusaha memejam. Menghindari cahaya matahari yang
menyilaukan matanya. Nafasnya pun berat ditarik-hembuskan.
“Sekali lagi aku bertanya kepadamu.” Kata Umayyah, pedagang terkenal kota Makkah, pemilik budak ini.
“Engkau tetap berada di atas agama Muhammad, atau kembali kepada ajaran nenek moyang kita ?”. Tegas Umayyah Bin Khalaf.
Tidak ada satu kata pun yang keluar dari bibir budak itu.
“Kurang ajar!, Tindihkan batu di atas perutnya. Biar dia rasakan, bagaimana perihnya siksaanku”.
Sebongkah
batu besar langsung diangkat ke atas perut budak ini. Deritanya semakin
bertambah. Ia ingin berteriak. Namun suaranya telah habis. Dadanya
tertindih hingga tidak mampu mengeluarkan suara sedikit pun. Ia hanya
bisa mencium bau pasir yang terpanggang bercampur peluh ditubuhnya.
Sesekali ia meresakan darah hangat mengucur dari punggungnya.
Sekian
hari lamanya, Umayyah Bin Khalaf menyiksa budaknya dengan
memangganggnya di bawah terik matahari. Ia sengaja mempertontonkannya
kepada penduduk mekah, agar menjadi Psy War2
kepada penduduk yang lain bahwa yang mengikuti agama Muhammad saw akan
mendapatkan penyiksaan yang sama dengan yang ia lakukan.
“Katakan wahai budak hitam !. Jika engkau kembali kepada keyakinan kita, saya akan membebaskan dan memberimu harta”. Kata Umayyah Bin Khalaf menawarkan.
“Ayo jawab !. Engkau tetap berada di atas agama Muhammad, atau kembali kepada ajaran nenek moyang kita ?!!!!”
Suasana
kembali hening. Budak hitam itu sepertinya hanya memusatkan tenaganya
untuk menahan beban di tubuhnya. Tak satu pun kata keluar dari bibirnya.
“Ayo jawab, budak bodoh !!!. Agama Muhammad, atau ajaran nenek moyang ?!!!”. Umayyah Bin Khalaf menghardiknya.
Namun kali ini, ia suara parau terdengar. Ia menjawab dengan sisa kekuatannya.
“Al-Ahadun Ahad…!!!”
“Kurang ajar, cambuk dia.” Umayyah Bin Khalaf memerintahkan pengawalnya untuk mencambuknya sekali lagi.
“Al-Ahadun Ahad…!!!”.
Seketika jawaban itu muncul, secepat itu pula cemeti pengawal Umayyah Bin Khalaf melayang di tubuhnya.
“Al-Ahadun Ahad…!!!”
“Al-Ahadun Ahad…Al-Ahadun Ahad…!!!”
Hanya itu yang keluar dari mulut budak hitam ini.
Tubuhnya
yang lunglai dan tak bertenaga. Sekujur kulit yang sudah terluka tidak
membuatnya lemah untuk mengucapkan kalimat tauhid, ahad. Budak hitam
ini, dialah Bilal Bin Rabah.
—————————————————————————————————————-
Ketika Makkah menjadi ufuk terbitnya cahaya Islam, Bilal merupakan salah seorang as-sabiqunal awwalun
yang Allah beri hidayah untuk merasakan nikmatnya cahaya islam. Tidak
ada sesembahan yang benar kecuali Allah. Hanya itu sandarannya. Dan
bahwa segala macam bentuk penyandaran diri kepada selain allah adalah
kelemahan dan kehinaan. Mereka yang merdeka, adalah orang yang telah
bebas dari pengaruh kekuatan selain kekuatan Allah azza wa jalla.
Kekuatan
itu adalah kekuatan Iman yang bersemayam di hati. Kekuatan yang
mendatangkan ketegaran. Menghimpun tekad dan keyakinan. Melampaui
kekuatan raga menanggung derita. Iman, dialah kekuatan sejati yang tak
tertandingi.
Kali
ini di hadapan gerbang ramadhan telah terbuka. Ramadhan adalah bulan
berkah. Bulan penuh rahmat dan ampunan. Namun, tahukah kita ?, bahwa
pada hakikatnya, ramadhan adalah bulan pembebasan. Bulan yang
membebaskan setiap mu’min dari segala macam bentuk penghambaan kepada
selain-Nya. Bulan yang menjadi simbol kekuatan hakiki. Dan madrasah yang
menajamkan senjata iman dalam dada.
Ramadhan adalah bulan pembebasan dari segala macam bentuk kelemahan. Bulan penyempurnaan ubudiyah. Bulan yang menghimpun kemuliaan dari segala kemuliaan bersama dengan inti risalah yang diemban para Nabi dan Rasul.
Bulan
Ramadhan, mengajarkan kepada kita untuk menjadi hamba-hamba yang
Rabbani. Hamba yang hanya menjadikan Allah sebagai satu-satunya Rabb, dan satu-satunya Ilah (sesembahan).
Dan menghancurkan serta menghinakan segala macam bentuk permintaan, dan
pertolongan kepada selain-Nya. Karena mereka yang bergantung kepada
makhluk, untuk mencari kemuliaan, maka pada saat itu juga Allah telah
menghinakannya.
Ramadhan adalah momentum pengamalan secara konkrit iyyaka na’budu waiyyaka nastai’in. Puncak ibadah seorang seorang hamba. Nabi saw bersabda,
“Apabila
engkau meminta mintalah kepada Allah dan apabila engkau memohon
pertolongan maka mohonlah kepada Allah.” (H.R. Tirmidzi)
Ramadhan,
adalah bulan yang mengajarkan bahwa kebebasan sejati adalah penghambaan
kepada Allah Rabbul Izzah. Karena itu, kita diajarkan untuk tidak
menjadi hamba-hamba makanan, sehingga kita diperintahkan berpuasa. Kita
diperintahkan untuk tidak menjadi hamba-hamba pekerjaan, sehingga kita
diajarkan shalat untuk setiap waktu-waktunya. Kita diperintahkan untuk
tidak menjadi hamba-hamba harta, sehingga kita difardhukan berzakat.
Dan
siapapun yang bergantung hanya kepada Allah. Dan hanya memohon dan
meminta perlindungan kepada Allah, maka tidak ada yang bisa
menghargainya kecuali syurga. Dan Allah akan memberikannya sakinah serta kelapangan hidup.
23.
Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang
serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit
orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit
dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan
kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang
disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya seorang pemimpinpun (QS
Az-Zumar: 23).
Ramadhan; Bulan Pembebasan
Bulan
Ramadhan adalah pilihan Allah bagi terjadinya perang Badr. Perang
pertama yang dilakukan kaum Muslimin, dimana perang ini menjadi penentu
kelangsungan perjuangan da’wah yang dilakukan oleh Rasulullah SAW
bersama para sahabatnya. Perang yang dikenal dengan “yaumul furqon”
(hari pembeda antara yang haq dan bathil), sebagaimana firmanNya :
“Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai
rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat
Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu
beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami
(Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan
Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” QS Al Anfal [8]:41.
Sayyid Quthb mengatakan dalam tafsir Fii Dzhilaalil Qur’an-nya
bahwa perang ini adalah pembeda antara yang hak dan yang bathil, dengan
petunjuknya yang kuat, luas dan dalam. Perang ini membedakan antara
Tauhid yang murni dengan kemusyrikan dengan segala bentuknya.
Dalam
Perang Badar, dari awal hingga akhirnya adalah rencana Allah SWT yang
dilaksanakan dengan pimpinan dan bantuanNya. Allah SWT memenangkan kaum
Muslimin yang mempunyai personil dan persenjataan minim, beserta kondisi
fisik kaum Muslimin yang secara lahiriah lebih lemah karena sedang
berpuasa. Namun itu bukanlah alasan untuk mundur dalam pertempuran,
karena kekuatan kaum Muslimin adalah kekuatan iman atas kebenaran janji
Allah SWT. Peperangan ini adalah pembebasan Allah atas hamba-hambanya.
Peperangan yang membuahkan terbunuhnya Abu Jahal dan para kuffar
quraisy. Serta tanda terhinakannya thagut
dan semua yang disembah selain allah. Di bulan Ramadhan, Perang Badar
membuahkan babakan baru dalam sistem gerakan Islam. Dan munculnya cahaya
yang lebih terang akan izzul islam wal muslimun.
Bulan
Ramadhan juga, adalah bulan yang dipilih bagi terbukanya kota Mekkah.
Peristiwa “fath al-Makkah”. Sekitar 10.000 kaum Muslim mendatangi Makkah
dari segala penjuru. Pada saat itulah terjadi fenomena kemenangan yang
tidak ada bandingannya dalam sejarah manapun, dimana semua musuh, hingga
para pemimpinnya menerima dan mengikuti agama lawan. Ini tidak terjadi
melainkan dalam sejarah Islam. Kemenangan ini hakikatnya adalah
kemenangan akidah, kalimat tauhid dan bukan kemenangan individual atau
balas dendam.
—————————————————————————————————————-
Tanpa
sengaja, seorang saudagar yang kaya, Abu Bakar Ash-Shiddiq lewat di
depan kejadian itu. Abubakar pun tergerak untuk memerdekakan Bilal. Abu
Bakar Rodhiallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf
untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia
mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar
setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas.
Seusai
transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau
menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk
menjualnya.”
Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya.”
Dan Bilal pun merdeka.
(Mahasiswan Prodi Pendidikan Islam UIKA Bogor, dan Peserta Kaderisasi 1000 Ulama DDII-BAZNAS 2014)
Maraji’
sajadah.or.id/ramadhan-bulan-penuh-berkah
lampuislam.blogspot.com/2013/08/kisah-bilal-bin-rabah-seorang-budak.html
1 Kadal Gurun
2 Perang Urat Saraf
0 komentar:
Posting Komentar