KEHIDUPAN
DUNIA, KESENANGAN MENIPU
Dunia merupakan aset bagi manusia yang di dalamnya terkandung kekayaan yang mengagumkan berupa bumi dan segala isinya yang merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan manusia dalam menolong perjalanan manusia menuju Allah. Namun yang kita huni ini umurnya sangat pendek, ketenangannya semu, kenikmatannya akan segera sirna dan keindahannya hanya fatamorgana. Untuk itu hendaklah setiap orang berhati-hati terhadap kenikmatan-kenikmatan dunia, karena ia mampu menjerumuskan ke dalam kekafiran dan bencana, manakala salah dalam mempergunakannya. Kecintaan yang berlebih-lebihan dalam dunia konsekuensinya sangat fatal, bisa menyebabkan kelalaian terhadap penciptanya dan akan merasuki jiwanya. Sehingga ia terpesona dalam keindahannya serta menjadikannya mabuk kepayang terhadap dunia yang akan susah tersadarkan melainkan tatkala ia sudah berada di liang lahat.
Perhatikanlah sebuah
perkataan indah yang pernah diucapkan oleh sahabat yang mulia, Umar bin
Khaththab, "Celakalah orang yang keinginannya hanya dunia dan kerjanya
selalu berbuat kesalahan, besar perutnya, sedikit kecerdasannya. Pandai perkara
dunia, tetapi buta perkara akhirat."
Sehingga Rasulullah sendiri selalu memunajatkan doa agar terhindar
dari perhatian terhadap dunia yang berlebihan. Di antara isi doa beliau adalah,
"Ya Allah! Janganlah Engkau jadikan dunia ini
perhatian kami yang paling besar dan sebatas pengetahuan kami." (HR. Tirmidzi).
Dan dalam doa yang lain yang datang dari para ulama salaf,
"Jadikanlah dunia di tangan kami, dan janganlah Engkau jadikan
dunia dalam hati kami."
TUJUAN PENCIPTAAN
MANUSIA
Hati
yang tergiur dan terasuki dunia akan terus terdorong oleh nafsunya untuk
senantiasa memburu kehidupan materi semata serta selalu ingin menguasai semua
yang ada di dunia, sehingga menjadikannya lalai dalam menjalankan ketaatan
kepada Allah. Kebanyakan manusia yang terpedaya oleh dunia, lupa akan tujuan
hidupnya di alam dunia, yaitu beribadah kepada Allah, sebagaimana firman-Nya,
artinya: "Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia
kecuali hanya untuk menyembah-Ku." (QS.
Adz-Dzariyat: 65).
Mereka juga lupa tujuan
Allah menciptakan dunia hanyalah untuk menguji, siapa di antara kita yang paling
baik amal perbuatannya. Allah mengabarkan dalam firman-Nya, artinya: "Sesungguhnya
Kami menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan baginya agar Kami
menguji mereka yang terbaik perbuatannya." (QS.
Al Kahfi: 7).
CELAAN AL QUR'AN TERHADAP DUNIA
Kehidupan
dunia tak lain hanyalah sebuah permainan yang dapat melalaikan, sebagaimana
dijelaskan dalam firman Allah, "Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan
dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan
di antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta, seperti hujan
yang tanaman-tanamannya mengagumkan para petani, kemudian tanaman itu menjadi kering
dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat nanti
ada adzab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan
dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu."
(QS. Al Hadid: 20).
Dalam ayat lain, Allah berfirman, "Katakanlah,
'Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk
orang-orang yang bertakwa." (QS. An-Nisa': 77).
"Apa yang ada di sisi kalian akan lenyap dan
apa yang ada di sisi Allah adalah kekal." (QS. An-Nahl: 96).
"Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan
senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya
kehidupan, seandainya mereka mengetahui." (QS. Al Ankabut:
64).
"Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu
kepada apa yang telah Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka,
sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami cobai mereka dengannya." (QS.
Thaha: 131).
Dan masih banyak ayat dalam
Al Qur'an yang senada dengan ayat-ayat di atas.
CELAAN RASULULLAH TERHADAP
DUNIA
Rasulullah telah menjelaskan betapa hinanya kehidupan di
dunia ini. Dalam Shahih Muslim diriwayatkan, dari Jabir, "Nabi
pernah berlalu di sebuah pasar,
sedangkan orang-orang berada di sekeliling beliau. Maka beliau berlalu di
hadapan bangkai anak kambing yang kedua telinganya putus. Beliau pun mengambil-nya,
lantas memegang telinganya. Beliau bertanya, "Siapakah di antara kalian
yang mau membeli bangkai ini seharga satu dirham saja?" Mereka menjawab,
"Kami tidak ingin membelinya dengan harga berapa pun. Apa yang bisa kami
lakukan dengannya?" Beliau bertanya lagi, "Maukah kalian jika ini
kuberikan saja kepada kalian"? Mereka menjawab, "Demi Allah,
andaikata ia masih hidup, ia tetaplah binatang yang cacat, karena kedua
telinganya putus. Bagaimana pula jika ia telah menjadi bangkai?" Beliau
pun bersabda, "Demi Allah, dunia ini sungguh lebih rendah nilainya dalam
pandangan Allah daripada bangkai ini dalam pandangan kalian."
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda,
"Apakah kepentinganku terhadap dunia? Sesungguhnya perumpa-maanku
terhadap dunia adalah seperti seorang pengendara yang tidur dinaungi sebuah
pohon, kemudian akan pergi dan meninggalkan pohon tersebut." (HR.
Ahmad, Tirmidizi dan Ibnu Majah).
"Sungguh merugi para penyembah dinar, para penyembah dirham, dan para penyembah sutra; jika diberikan padanya ia ridha, dan jika tidak diberikan maka ia tidak ridha." (HR. Bukhari).
"Dunia dibanding akhirat tiada lain hanyalah seperti jika seseorang di antara kalian mencelupkan jarinya kelautan, maka hendaklah ia melihat air yang menempel di jarinya setelah ia menariknya." (HR. Muslim).
Ayat-ayat dan hadits-hadits
di atas menunjukkan bahwa dunia itu tidak kekal, dan himbauan kepada manusia
agar tidak terpedaya oleh dunia sekaligus menyeru kepada manusia untuk
mempersiapkan bekal menuju akhirat.
Adapun
celaan Al Qur'an dan Sunnah terhadap dunia itu bukanlah tertuju kepada waktu
yang ada di dunia, yaitu siang dan malam, yang keduanya akan selalu berganti
siang dan malam sampai hari kiamat. Dan bukan pula tertuju kepada dunia itu
sendiri dan keindahan-keindahan yang ada di dalamnya. Akan tetapi celaan itu
tertuju kepada perbuatan para hamba yang dilakukan di dunia. Maka hendaklah
kita berhati-hati supaya tidak terlena dan terpedaya di dalam kehidupan yang
sementara ini, sehingga melupakan tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu beribadah
kepada Allah pencipta alam semesta.
Wallahu Waliyyuttawfiq
0 komentar:
Posting Komentar